SETELAH SEPAK BOLA, MUNCUL DRAMA TINJU

Daftar Isi
PON XXI Aceh-Sumut 2024, yang mungkin lebih cocok disebut sebagai PON Terburuk Abad Ini (dan entah abad mana lagi). Even besar ini kembali membuat kita bertanya-tanya, ini kompetisi olahraga atau sinetron? Masih belum habis kekagetan kita soal sepak bola Aceh vs Sulawesi Tengah yang viral, di mana seorang pemain meng-KO wasit, dan laga berakhir walkout, sekarang giliran cabang tinju yang naik panggung.

Dalam duel tinju antara Rusdianto Suku, sang petinju Lampung, dan Joshua Juan Vargas Harianja, petinju tuan rumah, suasana seperti lebih cocok untuk festival drama dari pada adu jotos. Bayangkan, Rusdianto berhasil menjatuhkan Joshua dua kali—bukan sekali, dua kali, wak! Kalau ini game sepak bola, skor udah 2-0. Entah kenapa wasit lebih pilih cuek bebek. Gak ada hitungan, gak ada hentian, seolah-olah Joshua jatuh itu bagian dari strategi biar Rusdianto kecapekan.

Penonton mungkin berpikir mereka menyaksikan comeback ala film Rocky Balboa. Nyatanya, Joshua tetap berdiri tegap di akhir. Bukan karena dia petarung tangguh, tapi karena wasit tampaknya lebih lihai main magic ketimbang para pesulap. Keputusan akhir? Joshua menang angka. Ini seperti nonton film aksi di mana penjahatnya udah babak belur tapi entah gimana dia malah jadi presiden di akhir cerita.

Tim tinju Lampung tentu saja gak tinggal diam. Mereka langsung mengajukan protes, dan kalau bisa, mungkin juga ngajuin laporan ke KPK buat investigasi ‘angka-angka ajaib’ ini. Mereka mungkin mikir, “Apa cuma kita yang paham cara ngitung?”

Ternyata, tinju bukan satu-satunya cabang yang kena sentuhan ajaib PON XXI. Di cabang angkat besi, beberapa atlet kayaknya udah angkat barbel lebih berat daripada keadilan yang harus mereka pikul. Penilaian juri sepertinya lebih berat sebelah daripada beban barbel itu sendiri. Bayangin, ada atlet yang ngangkat sampai uratnya hampir putus, tapi poin yang dikasih juri entah gimana malah mirip angka saldo ATM tanggal tua.

Bulu tangkis juga gak kalah ajaib. Shuttlecock mungkin melayang dengan indah di udara, tapi entah kenapa poinnya seperti melayang ke arah tuan rumah. Kontingen lain mungkin harus mulai belajar trik sulap atau ilmu gaib, karena menang di PON XXI kayaknya butuh lebih dari sekadar skill.

Seolah belum cukup, cerita seram datang dari fasilitas dan akomodasi para atlet. Beberapa kontingen melaporkan penginapan yang lebih mirip asrama anak kos tanggal tua daripada tempat atlet profesional. “Fasilitas latihan? Bagus, kalau kalian sedang syuting film dokumenter survival,” ujar salah satu pelatih yang lebih pasrah daripada marah.

PON XXI Aceh-Sumut 2024 mungkin akan diingat lebih lama bukan karena prestasi olahraga, tapi karena drama-dramanya yang mengalahkan sinetron. Kita mungkin perlu ubah slogan PON kali ini jadi: "Bukan Sekadar Olahraga, Tapi Juga Seni Bertahan Hidup dari Wasit dan Juri!"

Atau mungkin, di PON selanjutnya, para atlet perlu bawa lebih dari sekadar keterampilan olahraga—mungkin juga bawa jimat, doa berlipat, dan satu wasit cadangan biar hasilnya gak ajaib lagi. 

JURNALIS : DENI RODIANSYAH

Posting Komentar

Iklan